Catatan: Dr. Febby Dt Bangso, Sst.Par, M.Par, QRGP,
Pariwisata Sumatera Barat (Sumbar) terus digadang-gadang sebagai sektor unggulan, tetapi kenyataan di lapangan berkata lain. Janji manis yang selalu diulang saat kampanye, dari kepala daerah ke kepala daerah, nyatanya belum berbuah kebijakan yang berpihak. DIpa dan RKA masih kaku, sementara industri pariwisata dan ekonomi kreatif justru semakin melemah. Efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah menjadi pukulan telak, seakan-akan Sumbar tidak butuh wisatawan dan denyut ekonominya dibiarkan melemah perlahan.
Pemerintah seperti kehilangan arah. Hampir semua reservasi hotel untuk kegiatan pemerintahan hilang. MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) yang selama ini menjadi nyawa bagi industri pariwisata Sumbar, kini nyaris mati suri. Padahal, dalam rentang 2023-2024, MICE menyumbang jumlah kunjungan yang signifikan, terutama dengan berbagai event nasional dan internasional yang berpusat di Kota Padang. Kini, dengan minimnya dukungan anggaran, Sumbar seolah harus mengandalkan angin untuk mendatangkan wisatawan.
Bertahun-tahun, sektor pariwisata Sumbar tumbuh bukan karena kebijakan pemerintah yang visioner, melainkan karena daya tahan masyarakatnya sendiri. Namun, berapa lama lagi mereka bisa bertahan jika tidak ada langkah konkret untuk menyelamatkan industri ini?
Ketahanan Pariwisata Sumbar Diuji: Di Mana Solusinya?
Menguatkan sektor pariwisata dan industri kreatif adalah jawaban yang tak bisa ditunda. Efisiensi anggaran seharusnya diimbangi dengan strategi baru yang tidak sekadar seremonial. Beberapa langkah mendesak yang harus dilakukan adalah:
Redesain Roadmap Pariwisata. Target 20 juta wisatawan dan 97 event pariwisata Sumbar tahun ini harus dikaji ulang. Pemprov harus realistis dalam menentukan segmen pasar dan memastikan ada strategi yang konkret untuk menarik wisatawan.
Diversifikasi Model Pariwisata. Ketika anggaran MICE seret, harus ada alternatif lain. Penguatan wisata berbasis budaya, kuliner, dan ekowisata adalah pilihan rasional. Sumbar kaya akan warisan adat dan alam yang bisa dikemas lebih menarik.
Sinergi Antar-Sektor. Pemerintah daerah tidak boleh jalan sendiri. Kebijakan gubernur harus mampu menggerakkan OPD lain agar mendukung sektor pariwisata. Tanpa koordinasi yang baik, pariwisata Sumbar akan terus terombang-ambing tanpa arah.
Adaptasi dan Kreativitas Pelaku Pariwisata. Para pelaku usaha harus lebih kreatif dalam menyikapi situasi ini. Digitalisasi promosi wisata harus lebih agresif, dan inovasi dalam menciptakan daya tarik wisata harus digenjot.
Menjemput Harapan dengan Kebijakan yang Berpihak
Di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, program *Indonesia Maju* memiliki visi besar dalam mengembangkan sektor pariwisata sebagai pilar ekonomi nasional. Ini sejalan dengan kebutuhan Sumbar, yang harus segera berbenah:
Peningkatan Infrastruktur Wisata. Jalan menuju destinasi wisata harus diperbaiki, aksesibilitas diperluas.
Investasi Sektor Swasta. Pemerintah harus membuka peluang lebih luas bagi investor untuk mengembangkan wisata berbasis komunitas dan ekowisata.
Promosi Digital yang Masif. Pasar internasional harus digarap lebih serius dengan strategi pemasaran digital yang terarah.
Momentum ini harus dimanfaatkan, apalagi dengan banyaknya kepala daerah baru yang baru dilantik. Jika mereka ingin dikenang sebagai pemimpin yang membawa perubahan, maka sektor pariwisata harus menjadi prioritas. Bukan lagi sekadar jargon kampanye, tetapi aksi nyata yang memberi dampak bagi masyarakat.(*)
– Penulis adalah inisiator Gerakan #JagoLuhak Nan Tuo dan Gerakan Sato Sakaki