MetroOpini

Dunsanak Unlimited: Ope di Semua Channel

×

Dunsanak Unlimited: Ope di Semua Channel

Sebarkan artikel ini

Dunsanak Unlimited: Ope di Semua Channel

Catatan: Nanang Farid Syam

Kalau hidup ini sinetron, maka Ope bukan sekadar pemeran utama. Ope adalah panggilan kecil dari Revdi Iwan Syahputra.

Dia adalah tokoh sentral, penulis naskah, produser, bahkan kadang-kadang merangkap jadi yang megang boom mic sambil ngatur catering. Dari masa SD sampai perguruan tinggi, Ope konsisten jadi pusat perhatian—bukan karena cari sensasi murahan, tapi karena emang auranya udah kayak magnet. Tapi bukan magnet kulkas, ya. Ini magnet kelas berat, yang bisa narik perhatian satu sekolahan hanya dengan lewat sambil nyengir.

Sahabat yang tak lekang oleh waktu

Siapa yang nggak kenal Ope? Kecuali mungkin alien dari galaksi yang belum pernah transit ke Sumbar. Tapi kalau udah mampir ke ranah Minang, dijamin—Ope pasti nyantol di daftar kontak mereka.

“Caperrr!” kata orang iseng. Tapi capernya Ope itu beda. Ini caper level dewa, S7 pencitraan, tapi tetap original. Gaya hidupnya tuh kayak randang mama, gurih, familiar, dan selalu bikin kangen. Coba bayangin, dia bisa karoeke lagu rock (mantan gitaris) sambil debat isu politik, terus tiba-tiba lompat bahas cewek-cewek dalam sekali lalu. Semua dilakukan dalam satu tarikan napas. Multitalenta? Itu mah kata yang terlalu sempit buat menggambarkan isinya kepala dan hati Ope. Dahsyat pokoknya.

Baca Juga:  Sam Salam; John Pandu Menyala

Jago Gaul Sampai ke Akar Rambut

Sejak era Friendster, BBM, hingga zaman Instagram dan grup alumni yang isinya diskusi lebih panas dari debat Capres, Ope selalu jadi pusat orbit. Dia tuh kayak Indomie rebus pas hujan deras—nggak ada lawannya. Dalam setiap perkumpulan, dia seperti loudspeaker tak kasat mata: tanpa Ope, volume tongkrongan langsung drop ke mode sunyi.

Revdi Iwan Syahputra bersama Bupati Solok J Firman Pandu

Jaringan pertemanan Ope? Absurd dan lintas generasi. Paginya nongkrong sama petani kopi di Solok, malamnya bisa karaoke bareng CEO startup dari Jakarta yang entah bagaimana bisa nyasar ke Sumbar, esoknya kongkow bareng kepala daerah, dan selfie dengan Kapolda atau Danrem. Ope itu lintas kasta, lintas profesi, lintas gaya hidup. Asal bisa ketawa bareng, hayuk gas!

Dan soal roasting? Jangan ditanya. Ope tuh stand-up comedian tanpa panggung. Dia bisa ngebanyol sampai orang kajamban dalam sarawa, tapi tetap bikin nyaman. Memang kadang ada episode ngambek kecil (namanya juga diva), tapi besoknya udah ngajak makan di rumah Amak di Khatib sambil nostalgia kejadian absurd 10 tahun lalu. “Inget ndak, waktu nabrak polisi di asrama Alai sambil gonceng tigo?” katanya, ngakak sendiri lalu mete-mete karena harus mengganti Sepatu baru sang Oom Polisi yang tetangga itu robek ketabrak.

Baca Juga:  Ratusan Anggota Keluarga Besar ZS Nikmati Family Gathering di Pesisir Air Bangis

Malang-Melintang Seperti Kabel Listrik Pasar Raya

Di dunia jurnalistik, Ope bukan pemain baru. Sejak awal 2000-an, dia udah malang-melintang dari meja redaksi ke lapangan, bolak-balik media kayak orang nyari warung lontong terenak. Dari jadi jurnalis lapangan yang nguber berita sambil narik angkot, sampai jadi pemimpin redaksi media Sumbar yang disegani, jejaknya nyata dan tajam.

Saat memberi pembekalan pada Mahasiswa Sosiologi Unand disaksikan beberapa dosen

Tapi yang menarik, meskipun kiprahnya serius, Ope tetap nggak kehilangan selera humor. Dia bisa wawancara narasumber yang lagi stres berat, dan entah bagaimana suasana langsung mencair kayak es tebak di siang bolong. Gayanya itu—antara batik resmi dan punchline lucu—jadi ciri khas yang cuma bisa dimiliki oleh Ope.

Namun lebih dari sekadar prestasi, yang bikin Ope spesial adalah loyalitasnya. Dia adalah cermin persahabatan yang tak lekang oleh waktu. Bisa ngambek, bisa kesel, tapi selalu balik lagi, kayak sinyal WiFi yang kadang ngilang, tapi pas muncul langsung full bar.

Baca Juga:  Menunggu Aksi: Retreat Kepala Daerah di Sumatera Barat, Bisa atau Tak Bisa?
Ope, Opet, Hendra Engka dan Dedi (alm) saat reuni perak Ikasmantri 94

Ga Ada Ope, Ga Rame

Setiap ada rencana kumpul, satu pertanyaan pasti muncul:

“Eh, Ope ikut ndak?”

Dan kalau jawabannya “ndak”, maka bisa dipastikan acara bubar sebelum sempat dipesenin minum.

Ope bukan sekadar teman. Dia institusi. Warisan budaya tak benda khas Sumatera Barat. Kalau UNESCO belum tahu, mungkin karena mereka belum sempat karaoke bareng dia sambil makan nasi sayur di emperan.

Silaturahmi tak berbatas, walau lewat video call.

Ngambang, Tapi Penuh Cinta

Jadi, buat Ope: tetaplah jadi Ope yang kami kenal. Yang rame, yang heboh, yang bisa bikin tawa muncul di tengah hidup yang kadang berat sebelah. Karena selama masih ada obrolan receh, temen curhat dadakan, dan celetukan khas “nt*k, ang!”, kita tahu persahabatan ini nggak akan pernah expired.

Dan satu pesan kecil dari ambo Jangan kebanyakan ngambek. Tapi kalaupun iya, ya udahlah. Yang penting rame.

(Moneng-kawan ketek, anak amak)

Penulis adalah Nanang Farid Syam, kawan kecil yang pernah berkiprah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI), Ketua Wadah Pegawai KPK 2012-2014

Example 120x600