Oleh: Revdi Iwan Syahputra
SESUMBAR.COM — Pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah sudah beberapa hari berlalu. Kendati belum ada putusan dan ketetapan resmi, namun hasil yang hari ini kita ketahui, banyak kejutan. Kejutan politik yang bikin mata mendelik.
Saya tak akan menyebutkan nama dan daerah masing masing, namun saya hanya mencoba menganalisa anomali politik itu dalam perspektif Sosiologi.
Saya akan menganalisis fenomena politik Indonesia saat ini melalui perspektif sosiologis dengan fokus pada masyarakat Sumatera Barat, menggunakan kerangka berpikir teoritis yang komprehensif.
Analisis Sosiologis Dinamika Politik Kontemporer
I. Konteks Umum: Dekonstruksi Politik Elektoral
1. Fenomena Petahana yang Bertumbangan
Menurunnya elektabilitas petahana menunjukkan beberapa indikasi sosiologis penting:
– Krisis Kepercayaan Struktural Masyarakat mengalami fatigue terhadap elit politik yang dianggap tidak mampu mentransformasikan janji-janji politik menjadi perubahan substantif.
– Pergeseran Kesadaran Politik: Generasi muda dan menengah mulai mengembangkan kritikalitas yang lebih tinggi, tidak sekadar menerima narasi dominan dari petahana.
2. Rendahnya Partisipasi Pemilih
Fenomena golput (golongan putih) mengindikasikan:
– Alienasi Politik. Masyarakat merasa terasing dari proses demokrasi prosedural yang dianggap tidak memberikan solusi konkret atas permasalahan fundamental.
– Krisis Representasi: Ketidakpercayaan bahwa wakil-wakil politik mampu mewakili kepentingan riil konstituen.
II. Perspektif Sosiologis Spesifik Masyarakat Sumatera Barat
1. Karakteristik Budaya Minangkabau
Masyarakat Sumatera Barat yang memiliki sistem adat matrilineal memperlihatkan dinamika politik unik:
– Struktur Sosial Adaptif. Sistem “pewarisan” kultural membuat masyarakat lebih fleksibel dalam menerima perubahan kepemimpinan.
– Budaya Musyawarah. Tradisi “basusak-sanak” mendorong kritik konstruktif terhadap kekuasaan, yang tercermin dalam rendahnya toleransi terhadap oligarki politik.
2. Modal Sosial dan Politik
Karakteristik masyarakat Sumatera Barat menampilkan:
– Individualisme Kultural. Kecenderungan untuk memilih pemimpin berdasarkan kapabilitas individual, bukan sekadar afiliasi partai.
– Rasionalitas Politik. Tingkat pendidikan yang relatif tinggi mendorong pilihan politik yang lebih cerdas dan kritis.
III. Telaah Kondisi Partai Politik Kontemporer
1. Dekonstruksi Kelembagaan Partai
Partai politik saat ini mengalami:
– Krisis Ideologis. Mayoritas partai kehilangan identitas original, bergeser menjadi mesin elektoral pragmatis.
– Fragmentasi Internal. Konflik kepentingan antarelite mengikis kepercayaan publik.
2. Metamorfosis Partisipasi Politik
Transformasi yang terjadi mencakup:
– Demokrasi Digital. Munculnya ruang-ruang baru partisipasi politik melalui media sosial dan platform digital.
– Gerakan Grassroot. Inisiasi politik berbasis komunitas yang melampaui struktur partai konvensional.
Kesimpulan: Refleksi Sosiologis
Fenomena politik kontemporer di Indonesia, khususnya di Sumatera Barat, menandakan:
1. Kebutuhan akan transformasi sistemik dalam praktik demokrasi
2. Desakan regenerasi kepemimpinan yang lebih responsif
3. Perlunya rekonstruksi kelembagaan partai politik
Masyarakat tidak sekadar menginginkan pergantian pemimpin, melainkan perubahan fundamental dalam arsitektur politik yang lebih bermakna.
Inilah potret dinamika sosiologis perpolitikan kontemporer, yang membutuhkan pembacaan kritis dan konstruktif untuk mendorong kemajuan demokrasi substantif.(“)
Penulis:
Revdi Iwan Syahputra
Jurnalis