NagariNasionalOpiniWisata

Menjaga Napas Nagari: Merawat Tradisi, Menggerakkan Ekonomi

×

Menjaga Napas Nagari: Merawat Tradisi, Menggerakkan Ekonomi

Sebarkan artikel ini

Oleh: Febby Dt Bangso

Di pelosok Luhak Nan Tuo, saat rembulan menggantung rendah di langit, suara gendang dan dendang tradisi masih menggema. Tapi, seiring waktu, gema itu mulai meredup, tertutup oleh riuh modernitas yang terus mendesak. Adat yang dulu menjadi jati diri, perlahan terkikis. Apakah ini pertanda lenyapnya kearifan lokal yang menjadi ruh kebudayaan Minangkabau?

Sebagai putra daerah dan praktisi pariwisata, saya melihat ini bukan sekadar tantangan, tetapi juga peluang. Kearifan lokal yang tertanam dalam nagari—seperti tradisi silat, tari piring, randai, hingga ritual adat—adalah kekayaan tak ternilai. Ia bukan sekadar warisan, tetapi juga modal besar bagi pariwisata dan ekonomi kreatif Sumatera Barat.

Tradisi: Jiwa yang Harus Dihidupkan

Saya teringat pada satu tradisi yang kini mulai jarang terlihat—prosesi “mangantaan syarat” dalam perguruan silat Minang. Dahulu, sebelum seseorang berguru, ia mesti membawa syarat kepada sang guru. Ritual ini bukan sekadar formalitas, melainkan penghormatan pada ilmu, leluhur, dan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam silat Minang.

Namun, hari ini, berapa banyak anak muda yang masih tahu tentang itu? Di tengah gempuran budaya luar, banyak dari mereka lebih mengenal tarian K-Pop dibanding gerak langkah silek. Jika tidak segera dihidupkan kembali, tak mustahil dalam satu atau dua generasi, jejak tradisi ini akan hilang dari bumi Minangkabau.

Baca Juga:  Lebih dari Sekadar Layangan: Menjaga Warisan, Membangun Impian di Medan Bapaneh Maha Karya

Karena itu, saya dan rekan-rekan berinisiatif menghidupkan kembali ritual budaya ini di berbagai nagari. Ini bukan sekadar nostalgia, tapi strategi ketahanan budaya—sebuah cara untuk memperkokoh identitas kita sekaligus menciptakan daya tarik wisata berbasis tradisi.

Dari Tradisi ke Ekonomi Kreatif

Sejalan dengan program Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan nasional, kita harus melihat kebudayaan sebagai peluang ekonomi. Pemerintah pusat telah menunjukkan komitmen dengan membentuk Kementerian Kebudayaan yang berdiri sendiri, memisahkannya dari pendidikan. Ini menegaskan bahwa budaya bukan sekadar warisan, tetapi juga sumber daya yang bisa dikembangkan.

Sumatera Barat harus menangkap peluang ini. Bagaimana caranya? Dengan menjadikan kearifan lokal sebagai daya tarik utama wisata dan motor penggerak ekonomi kreatif. Coba bayangkan, jika setiap nagari mengemas budayanya menjadi produk wisata yang autentik: festival adat yang rutin diadakan, penginapan berbasis rumah gadang, kuliner khas yang dikelola dengan standar internasional, hingga seni pertunjukan yang dikemas dengan sentuhan modern tanpa menghilangkan ruh aslinya.

Baca Juga:  Kebersamaan Tak Terputus: Inspirasi dari Sharing Komunikasi Motivator Kawakan Dr Aqua Dwipayana untuk Pensiunan PaSCHI-SBI

Di Bali, masyarakatnya memahami bahwa budaya adalah aset yang bernilai ekonomi tinggi. Mereka menjaga tradisi bukan hanya karena kecintaan, tetapi karena sadar itu adalah daya tarik wisata utama mereka. Sumatera Barat pun bisa demikian.

Peran Pemerintah Daerah: Momentum Kepala Daerah Baru

Saat ini, kepala daerah baru masih penuh semangat untuk membangun. Ini momentum emas untuk menjadikan kebudayaan sebagai prioritas utama pembangunan daerah. Ada lima hal yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk mewujudkannya, yakni;

Pendataan dan Dokumentasi Tradisi

Nagari-nagari memiliki banyak tradisi unik yang belum terdokumentasikan dengan baik. Pemerintah harus segera memetakan dan mendokumentasikan setiap aspek budaya agar tidak hilang ditelan zaman.

Festival Budaya Rutin

Setiap nagari bisa memiliki festival khasnya sendiri, yang menampilkan keunikan masing-masing. Ini bisa menjadi daya tarik wisata yang memperkenalkan kearifan lokal ke dunia luar.

Edukasi dan Pelatihan bagi Generasi Muda

Budaya hanya akan bertahan jika generasi muda terlibat. Sekolah-sekolah harus lebih banyak mengajarkan tradisi Minang, bukan sekadar sebagai pelajaran muatan lokal, tetapi sebagai kebanggaan identitas.

Baca Juga:  Rakyat Murka, Korupsi di Pertamina Menggerogoti Bangsa: Akankah Prabowo Bertindak Tegas?

Pendampingan UMKM Berbasis Budaya

Masyarakat harus dibantu untuk mengemas produk budaya mereka agar bisa bersaing di pasar yang lebih luas. Ini termasuk pelatihan pemasaran digital, branding, hingga pengelolaan bisnis yang baik.

Pembangunan Infrastruktur Pariwisata

Tanpa akses yang baik, potensi wisata sebesar apa pun tidak akan berkembang. Jalan menuju destinasi budaya harus diperbaiki, fasilitas pendukung seperti homestay dan pusat informasi harus dibangun.

Menjaga Napas Nagari, Menjaga Identitas

Kita tidak boleh lagi hanya berpuas diri dengan sebutan “Ranah Minang kaya budaya” tanpa ada upaya konkret untuk mempertahankannya. Kearifan lokal bukan sekadar cerita lama yang dikisahkan di lapau, tetapi harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, harus hidup, harus bergerak.

Mari kita jaga napas nagari ini. Sebab, jika kita membiarkan budaya kita mati, kita bukan hanya kehilangan tradisi, tetapi juga kehilangan jati diri.(*)

Dr. Febby Dt Bangso Sst.Par M.Par QRGP , CFA adalah Inisiator #Gerakan Jago Luhak Nan Tuo dan Sato Sakaki

Example 120x600