Nasional

170 Penyair Dunia Nyanyikan Cinta untuk Gaza

×

170 Penyair Dunia Nyanyikan Cinta untuk Gaza

Sebarkan artikel ini

Ketika Puisi Menjadi Doa Kemanusiaan

PADANG, SESUMBAR.COM — Sebanyak 170 penyair dari lima benua, mewakili 110 negara dan seluruh spektrum budaya, spiritualitas, dan nurani dunia, akan bersatu dalam satu suara: cinta untuk Gaza. Dalam dua hari berturut-turut, 28 dan 29 Juni 2025, mereka akan membacakan puisi secara serentak secara daring dalam gelaran bertajuk “Nyanyian Cinta Dunia untuk Gaza” yang digagas World Poetry Movement (WPM).

Lewat bait-bait yang menggugah, mereka tak sekadar menyuarakan duka, tetapi juga perlawanan tanpa senjata—perlawanan dengan kata. Sebuah penghormatan dari dunia sastra bagi lebih dari 60.000 jiwa yang telah menjadi korban kekejaman di Gaza selama dua puluh bulan terakhir.

Para penyair bersatu dan membacakan puisi untuk Gaza—untuk anak-anak yang tak sempat tumbuh, ibu-ibu yang kehilangan buah hatinya, dan tanah yang terus dibombardir ketamakan.

Baca Juga:  Panggil 4 Kadis di Pemprov Sumbar, Ketua Umum BPI KPNPA RI Rahmad Sukendar Apresiasi Kejati Sumbar

Gerakan global penyair lintas bangsa, lintas kepercayaan, lintas bahasa ini, digelar dua hari penuh melalui kanal Facebook dan YouTube WPM, pembacaan puisi ini adalah bentuk perlawanan paling damai namun paling dalam: perlawanan nurani.

“Sekitar 60.000 jiwa telah direnggut dalam dua puluh bulan terakhir. Kami tidak tinggal diam. Puisi adalah cara kami meratap, bersaksi, sekaligus berharap,” ujar Fernando Rendón, Presiden WPM asal Kolombia. Dalam acara ini, Menteri Kebudayaan Palestina Imad Hamdan dan Menteri Kebudayaan Yaman Dr. Ali Qaseem Al-Yafei juga menyampaikan pidato penghormatan atas solidaritas dunia.

Indonesia Turut Bersuara

Dari Indonesia, empat penyair mengemban tugas nurani itu: Anwar Putra Bayu, Isbedy Stiawan ZS, Nuyang Jaimee, dan Sastri Bakry yang juga dipercaya sebagai Koordinator Nasional WPM untuk Indonesia. Mereka tak sekadar membawa puisi, tapi juga membawa cinta, protes, dan doa dalam setiap bait.

Baca Juga:  Bait-Bait dari Tanah Ibu untuk Langit Palestina

“Puisi memang tak bisa menghentikan perang,” ujar Sastri Bakry, “namun puisi bisa mengingatkan kita tentang makna menjadi manusia. Ia mengguncang jiwa, menumbuhkan empati, dan memandu hati menuju kebenaran.”

Nama-nama besar dari berbagai negara pun turut bergema. Dari Palestina ada Murad Sudani, Ashraf Fayad, Hanan Awwad; dari India Reshma Ramesh; dari Vietnam Võ Thi Nhu Mai; dari China Xie Xiongying; dari Rusia Vadim Terekhim hingga dari Selandia Baru Christine Chen. Mereka bukan sekadar menulis, tapi menangis dalam diam melalui baris-baris puisi.

Sebelum gelaran akbar ini, Indonesia juga telah menggelar pembacaan puisi untuk Gaza di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dan di Padang. Dalam prosesnya, tim kurator WPM Indonesia—yang juga digawangi Anwar Putra Bayu—tengah menyeleksi karya-karya terbaik penyair Indonesia untuk diterbitkan oleh WPM.

Baca Juga:  Suara Puisi untuk Gaza: Gaung Kemanusiaan dari Jantung Jakarta

“Meski kita ingin menghimpun sebanyak mungkin suara, kualitas tetap menjadi harga mati,” ujar Anwar Putra Bayu. “Karena puisi bukan hanya kata-kata indah, tapi pantulan nurani yang jujur.”

Ketika Dunia Berpuisi

Untuk pertama kalinya, dunia membaca puisi secara serentak dalam skala seluas ini—terorganisir, terkelola, dan terfokus pada satu titik luka: Gaza.

Mereka yang hadir bukan hanya penyair, tetapi penyaksi kemanusiaan. Puisi-puisi yang dibacakan bukan sekadar karya sastra, tapi jeritan tanpa amarah, pelukan tanpa tubuh, dan doa tanpa jeda. Dunia tengah menyanyi untuk Gaza. Bukan dengan senapan, tapi dengan syair.

Dan seperti kata seorang penyair: Jika para jenderal bisa menulis puisi, mungkin perang tak pernah terjadi.

Gaza, dengarlah dunia memanggilmu dalam nyanyian cinta. Karena di tengah gelap, kata-kata masih bisa menyala.(*)

Example 120x600