Pilgub Sekarang Saya Netral
Oleh Miko Kamal
Advokat dan Wakil Rektor III Universitas Islam Sumatera Barat
Sekarang, dalam kontestasi Pilkada Gubernur (Pilgub) Sumbar, saya netral. Dulu tidak. Dulu itu, Pilgub Sumbar 2020, saya ada di kubu Mahyeldi yang berpasangan dengan Audy Joinaldy. Lawannya Mulyadi – Ali Mukhni dan Nasrul Abit – Indra Catri.
Jabatan saya waktu itu Ketua Tim Hukum, juga juru bicara. Sebagai orang yang diberi amanah, saya bekerja sangat serius. Beberapa pelanggaran kami laporkan ke penyelenggara Pilgub. Termasuk laporan kampanye di luar jadwal yang berujung ditetapkannya salah seorang calon sebagai tersangka. Itu kerja sebagai Ketua Tim Hukum.
Sebagai juru bicara, saya banyak membuat artikel-artikel dan memproduksi pernyataan-pernyatan media yang mengungkap cerita sukses pasangan yang saya bantu, terutama Mahyeldi. Bacalah buku saya “Kota Partisipatif, Hukum dan Politik”. Sebagian besar artikel-artikel itu ada dalam buku itu. Selain itu, beberapa hari menjelang pencoblosan saya menelepon banyak saudara dan kenalan: membujuk mereka untuk memilih Mahyeldi – Audy. Saya terinspirasi dengan cara Obama berkampanye memenangkan pemilihan Presiden Amerika serikat.
Sekarang, saya memilih netral dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan. Ketua tim pemenangan Epyardi – Ekos menelepon saya: meminta untuk memimpin tim hukum mereka. Tidak hanya itu, Capt. Epyardi juga langsung meminta. Saya menolaknya. Alasannya tidak perlu saya sebut di sini.
Mahyeldi – Vasko memang tidak pernah meminta saya langsung. Tapi, ada orang mereka yang datang ke kedai kopi di bagian depan kantor saya. Kata mereka, saya lebih cocok berdiri berada di barisan mereka ketimbang di sebelah. Dengan sopan dan santun saya menolak juga.
Banyak orang yang bertanya: mengapa saya memilih netral dan apa untungnya pilihan netral itu.
Jawabannya sederhana saya: saya ingin kembali mengasah lagi daya kritis dan menggerakkan olah pikir saya. Selama lebih kurang 3 tahun saya ada di lingkaran Istana Sudirman 50. Wara wiri di sana. Kadang memberikan masukan, membawa orang-orang yang berkepentingan bertemu Gubernur, masuk tim ini dan tim itu, membela Gubernur dan Wakil Gubernur dari serangan lawan-lawan politik mereka, dan urusan-urusan lainnya.
Pokoknya banyaklah urusan saya di Istana itu. Satu saja yang tidak saya kerjakan: jadi makelar atau pengatur proyek-proyek Pemerintah Provinsi yang saya dengar banyak dikerjakan oleh orang-orang dekat penguasa Istana. Wallahualam.
Terus terang, saya memang merasa agak “bano” selama berada di lingkungan Istana. Daya kritis saya agak tumpul. Pikiran saya kurang terolah dengan baik. Dalam konteks itu, saya tidak menyalahkan pernyataan beberapa orang kolega yang jarang “melihat” saya. Setelah sejak beberapa bulan yang lalu saya memutuskan netral dan saya mulai menulis artikel-artikel kritis lagi, mereka berkata: MK sudah kembali.
Saya memang sudah bertekad, siapapun yang memenangi Pilgub 2024, saya tidak akan wara wiri di Istana. Saya akan berdiri di luar saja. Meneropong saja dari menara yang agak jauh dari Istana. Kalaupun terpaksa berpihak, paling nanti kalau mereka bertarung hukum di Mahkamah Konstitusi.
Dalam rencana, selama 5 tahun ke depan, saya akan jadi partner kritis Pemerintah Provinsi Sumbar. Tentu untuk kepentingan publik. Kebijakan yang benar akan saya aminkan dan dukung penuh. Yang salah akan saya kritik habis. Baik melalui tulisan maupun komentar di media cetak dan online, media sosial dan media lainnya.
Mudah-mudahan Allah mudahkan saya dalam menjalankan ikhtiar pribadi ini, dengan maksud agar Gubernur dan Wakil Gubernur baru nanti menjalankan peran pelayanan publik mereka secara adil kepada seluruh rakyat Sumbar tanpa memandang dari kelompok dan golongan mana mereka berasal. Jadi, kalau bicara untung, pilihan netral ini saya dedikasikan untuk rakyat Sumbar agar beruntung dalam 5 tahun ke depan. (*)
Padang, 14 November 2024