CATATAN: RIO EKA PUTRA
SESUMBAR.COM – Pagi ini, 24 Februari 2025, suasana halaman Istana Kepresidenan di Jakarta terasa semarak. Spanduk bertuliskan Danantara membentang di latar panggung, tempat para pejabat tinggi negara berkumpul untuk meresmikan entitas baru yang diharapkan mampu menyinergikan kekuatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Presiden RI, Prabowo, hadir bersama Dewan Pengawas (Erick Thohir, Muliawarman Hadad, dan Sri Mulyani) serta Dewan Penasihat (Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo). Tiga eksekutif utama—Roslan Roeslani (CEO), Dony Oskaria (COO), dan Pandu Sjahrir (CIO)—tampak siap menakhodai Danantara dalam transformasi BUMN yang lebih ambisius.
Meski acara berlangsung meriah, banyak pertanyaan kritis yang mencuat terkait pembentukan Danantara:
1. Dampak Terhadap Penerimaan Negara
Salah satu pilar penting keuangan negara adalah dividen yang disetorkan BUMN. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total penerimaan negara pada 2022 mencapai Rp2.626 triliun, sedangkan dividen BUMN yang berhasil dikumpulkan sekitar Rp44,6 triliun. Artinya, rasio dividen BUMN terhadap total penerimaan negara hanya sekitar 1,7%. Angka ini tergolong rendah jika melihat potensi aset BUMN yang dilaporkan Kementerian BUMN sudah menembus Rp9.730 triliun dengan Return on Assets (ROA) rata-rata 2,4%.
Harapannya, Danantara dapat memperbaiki kinerja perusahaan-perusahaan negara sehingga penerimaan negara—baik dalam bentuk dividen maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)—dapat meningkat.
Namun, ada pula risiko sebaliknya jika Danantara justru mendorong agresivitas investasi tanpa perhitungan matang, yang berpotensi memicu proyek mangkrak dan kerugian bisnis. Bila skenario terburuk terjadi, maka laba BUMN akan tergerus dan setoran dividen ke kas negara turut menurun.
2. Posisi Danantara di Antara “Super Holding” Internasional
Pada skala internasional, sejumlah “super holding” seperti Temasek (Singapura) dan Khazanah Nasional (Malaysia) terbukti efektif dalam memacu kinerja perusahaan negara mereka. Mengusung model tata kelola modern dan target profit yang jelas, entitas-entitas ini meraih kepercayaan pasar global.
Dengan terbentuknya Danantara, Indonesia berharap meniru dan bahkan melampaui capaian tersebut. Namun, mengingat BUMN Indonesia jauh lebih besar dan beragam, dibutuhkan strategi serta manajemen risiko yang komprehensif. Selain mengejar profit, Danantara juga dihadapkan pada tanggung jawab sosial dan kewajiban menjaga stabilitas ekonomi nasional.
3. Fungsi SWF INA: Di Mana Letak Perbedaannya?
Sebelum Danantara, Indonesia telah memiliki Indonesia Investment Authority (INA) sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF). INA berperan mengelola dana investasi dari pemerintah dan mitra global untuk membiayai proyek-proyek jangka panjang yang strategis—seperti infrastruktur, energi baru terbarukan, dan teknologi.
Sementara itu, Danantara bertugas mengonsolidasikan dan mengoptimalkan kinerja BUMN yang berada di bawah kewenangannya. Keduanya bisa saling melengkapi: INA menyuplai dana investasi produktif, sedangkan Danantara memastikan BUMN yang menerima dana tersebut dikelola dengan efisien dan profesional. Jika sinergi ini berhasil, dampaknya akan signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus menambah penerimaan negara.
4. Risiko KKN: Apakah Danantara Jadi Celah Baru?
Masalah klasik yang sering menjerat BUMN adalah potensi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kegagalan investasi kerap diklaim sebagai “kerugian bisnis”, bukan kerugian negara, sehingga penindakan hukum tidak selalu mudah.
Kekhawatiran pun muncul: jangan sampai Danantara menjadi “payung” baru bagi praktik korupsi berskala besar. Dengan aliran dana triliunan rupiah, keputusan investasi Danantara sangat strategis. Oleh sebab itu, transparansi, integritas, dan good corporate governance harus menjadi fondasi. Tanpa pilar-pilar tersebut, Danantara bisa saja mengulangi kesalahan lama—merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan.
5. Peran Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)
Untuk menjaga objektivitas dan kepercayaan publik, Danantara harus berkolaborasi dengan KAP dan KJPP:
• KAP: Melakukan audit menyeluruh terhadap laporan keuangan BUMN di bawah Danantara, memastikan kepatuhan terhadap standar akuntansi dan mendeteksi potensi financial mismanagement.
• KJPP: Menentukan nilai wajar (fair value) atas aset BUMN dan kewajaran transaksi dan aksi korporasi merger, akuisisi, dan restrukturisasi agar tidak terjadi manipulasi nilai asset dan aksi korporasi yang dapat merugikan negara.
Dengan audit dan penilaian independen, Danantara diharapkan memiliki landasan data yang valid untuk merumuskan kebijakan strategis.
6. Peran Kejaksaan Agung, KPK, BPKP, dan BPK dalam Penegakan Hukum dan Pengawasan
Selain pengawasan internal, dukungan dan pengawasan dari lembaga penegak hukum serta lembaga pengawas keuangan negara tetap mutlak diperlukan:
1. Kejaksaan Agung: Mengusut dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN/Danantara.
2. KPK: Menangani kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau kerugian negara dalam skala signifikan.
3. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan): Memberikan pengawasan dan pembinaan, termasuk early warning jika terdeteksi ketidakberesan pengelolaan dana publik.
4. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan): Lembaga pemeriksa keuangan tertinggi yang mengaudit pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara, termasuk kinerja Danantara.
Sinergi lembaga-lembaga ini dapat menutup celah korupsi, menindak pelanggaran, dan menjaga kepercayaan publik atas keberadaan Danantara.
7. Fungsi Danantara Terhadap Peningkatan Negara: PNBP, Penggerak Ekonomi, dan Kesejahteraan Rakyat
Selain dividen, BUMN dan entitas pengelolanya juga menyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), misalnya dari royalti, iuran, hingga berbagai layanan publik yang dikelola BUMN. Dengan tata kelola yang lebih baik, Danantara dapat:
• Meningkatkan PNBP: Melalui optimalisasi aset dan layanan BUMN.
• Menjadi Penggerak Ekonomi: Lewat investasi produktif di sektor industri, infrastruktur, dan teknologi yang mampu menciptakan lapangan kerja baru serta memacu pertumbuhan ekonomi.
• Mendorong Pemerataan Pembangunan: Dengan mengarahkan proyek strategis ke wilayah-wilayah potensial yang belum tergarap maksimal, sehingga manfaat ekonomi dirasakan secara lebih merata.
• Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat: Jika BUMN di bawah Danantara berhasil menekan biaya produksi, menyediakan layanan publik yang lebih baik, dan menghasilkan laba yang lebih tinggi, maka kontribusi mereka terhadap pembangunan dan subsidi pemerintah bisa berdampak langsung bagi masyarakat luas.
8. Akankah Menjadi Lompatan Besar atau Beban Baru?
Ketika pita peresmian Danantara akhirnya dipotong di halaman Istana, publik menyimpan dua harapan besar: penambahan dividen bagi APBN dan transformasi fundamental di tubuh BUMN. Namun, potensi kegagalan investasi dan proyek mangkrak juga membayang—yang pada gilirannya bisa memicu penurunan laba serta menekan rasio dividen terhadap total penerimaan negara.
Keberhasilan Danantara akan sangat ditentukan oleh kemampuannya menegakkan good corporate governance, mengelola risiko dengan cermat, dan bersinergi dengan lembaga-lembaga terkait. Jika dijalankan dengan transparansi, akuntabilitas, serta dukungan penegakan hukum yang kuat, Danantara dapat menjelma menjadi lokomotif perekonomian, mengoptimalkan aset BUMN hingga benar-benar berkontribusi signifikan pada penerimaan negara dan kesejahteraan rakyat.
Namun, bila tata kelola dan pengawasan tersandung praktik korupsi atau kepentingan politik, Danantara justru berpotensi menambah beban birokrasi dan memperparah kebocoran keuangan negara. Pada akhirnya, semua berpulang pada keteguhan para pemangku kepentingan dalam menjaga integritas, sehingga nama Danantara tidak hanya menjadi simbol baru, tetapi juga solusi nyata bagi perekonomian Indonesia. (*)
Penulis merupakan Senior Manager of Corporate Strategic PT Angkasapura Avias yang bertugas di Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara