Catatan; Revdi Iwan Syahputra
SESUMBAR.COM – Angin perubahan bertiup kencang dari pusat. Pemerintah bergerak cepat, memacu pembangunan, menata regulasi, dan menyiapkan strategi untuk menjawab tantangan zaman. Namun, pertanyaannya: apakah kepala daerah di Sumatera Barat mampu mengimbangi ritme ini, atau justru terjebak dalam ritme lamban yang menahan laju kemajuan?
Retreat kepala daerah, sebuah agenda evaluasi dan penyusunan strategi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, menjadi sorotan. Momentum ini tak sekadar ajang seremonial atau agenda rutin, melainkan cermin bagi publik untuk melihat seberapa serius para pemimpin daerah dalam menakhodai wilayahnya.

Antara Sinergi dan Stagnasi
Sumatera Barat memiliki kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, namun belum sepenuhnya dikelola dengan optimal. Sektor pariwisata, UMKM, hingga ketahanan pangan adalah potensi besar yang jika ditangani dengan gesit, bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah.
Namun, apakah kepala daerah mampu beradaptasi dengan kecepatan perubahan yang diterapkan pemerintah pusat? Atau malah terjebak dalam birokrasi yang berbelit, terhambat kebijakan internal yang membelenggu gerak maju?
Beberapa kepala daerah menunjukkan sikap proaktif, berinovasi dengan kebijakan yang sejalan dengan visi nasional. Namun, tak sedikit pula yang masih terkesan menunggu, bersikap reaktif, bahkan terjebak dalam pola pikir administratif yang kaku. Padahal, dalam dinamika kepemimpinan modern, kecepatan dan ketepatan dalam mengambil keputusan adalah kunci utama.
Sinkronisasi dengan Jualan Politik
Setiap kepala daerah terpilih dengan visi-misi dan janji politik yang disampaikan kepada rakyat saat kampanye. Namun, realitanya, mereka juga harus mengikuti kebijakan pemerintah pusat yang telah memiliki program besar dan terstruktur. Di sinilah seni kepemimpinan diuji: bagaimana menyelaraskan janji kampanye dengan kebijakan pusat tanpa kehilangan identitas dan tujuan daerah?
Solusinya, kepala daerah harus mampu menerjemahkan program pusat ke dalam konteks lokal secara kreatif. Misalnya, jika pusat menargetkan pembangunan infrastruktur besar, kepala daerah bisa menyesuaikannya dengan program peningkatan ekonomi berbasis desa atau UMKM. Dengan demikian, ada kesinambungan antara kebijakan pusat dan kepentingan daerah.
Lebih dari itu, kepala daerah juga perlu melakukan komunikasi politik yang kuat dengan pemerintah pusat agar ada fleksibilitas dalam penerapan kebijakan. Melalui strategi ini, mereka tetap dapat menjalankan visi-misi yang telah dijanjikan kepada masyarakat tanpa harus bertentangan dengan agenda nasional.
Pertambangan, SDM, Budaya, dan Hukum
Pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki visi besar dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama sektor pertambangan, pembangunan sumber daya manusia (SDM), serta penegakan hukum yang lebih tegas. Kepala daerah di Sumatera Barat harus mampu menyesuaikan kebijakan ini dengan kebutuhan lokal.
Sumatera Barat memiliki potensi tambang yang cukup besar, terutama batu bara dan emas. Namun, persoalan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah tambang masih menjadi pertanyaan besar. Apakah pertambangan ini akan dikelola dengan bijak untuk kesejahteraan rakyat, atau justru menjadi sumber konflik sosial dan degradasi lingkungan?
Di sisi lain, pengembangan SDM juga tak kalah penting. Kebijakan pusat yang berorientasi pada peningkatan vokasi dan teknologi harus diterjemahkan dalam bentuk program-program pelatihan keterampilan bagi generasi muda. Kepala daerah perlu memperkuat kemitraan dengan universitas, lembaga pelatihan, dan industri agar SDM di Sumatera Barat tidak hanya menjadi penonton dalam arus perubahan global, melainkan pemain utama.
Tak kalah penting, budaya Minangkabau yang kaya nilai dan kearifan lokal harus tetap menjadi fondasi dalam pembangunan daerah. Pemerintah daerah tidak boleh hanya fokus pada aspek ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga memastikan bahwa pembangunan berjalan selaras dengan nilai-nilai budaya yang diwariskan. Regulasi hukum juga harus diperkuat untuk mencegah eksploitasi yang merugikan masyarakat.
Anggaran dan Kebijakan
Segala kebijakan yang dirancang harus realistis dan berbasis anggaran yang ada. Kepala daerah harus bisa memanfaatkan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), serta dana transfer daerah lainnya dengan efektif dan transparan.
Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa anggaran digunakan untuk program yang benar-benar berdampak bagi masyarakat, bukan sekadar proyek mercusuar yang minim manfaat. Perencanaan yang matang serta pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran menjadi kunci agar setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar untuk kepentingan rakyat.
Peran Media Massa: Pengawas atau Sekadar Pengeras Suara?
Media massa memiliki peran sentral dalam mengawal kebijakan daerah. Namun, apakah media hanya menjadi pengeras suara bagi kepala daerah atau benar-benar menjalankan fungsi kontrol sosial?
Seharusnya, media berperan sebagai pengawas independen yang kritis terhadap kebijakan daerah. Dengan peliputan yang objektif dan investigatif, media bisa membantu masyarakat memahami apakah janji kampanye kepala daerah benar-benar diwujudkan atau hanya menjadi retorika politik belaka.
Di sisi lain, kepala daerah yang cerdas seharusnya tidak memandang media sebagai ancaman, melainkan mitra strategis. Dengan transparansi dan komunikasi yang baik, media bisa menjadi jembatan antara pemerintah daerah dan masyarakat.
Retreat atau Kemunduran?
Retreat kepala daerah ini bukan sekadar forum evaluasi, melainkan ujian kepemimpinan. Apakah kepala daerah di Sumatera Barat mampu mengikuti arus perubahan dan membawa daerahnya ke arah yang lebih baik? Atau justru retreat ini menjadi refleksi atas ketertinggalan dan ketidakmampuan beradaptasi?
Rakyat menunggu. Mereka tak butuh pemimpin yang hanya berwacana, melainkan yang berani bertindak dan bergerak maju. Inilah saatnya kepala daerah membuktikan: bisa atau tidak?(*)
Penulis adalah Jurnalis pemegang kompetensi Wartawan Utama, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di sejumlah media cetak dan online, tinggal di Padang.